Selasa, 06 Desember 2011

BAB II Kajian Teoritis


2.1 Grand Theory
Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan alat bagi pemasar termasuk jasa penerbangan untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada penumpang. Bauran pemasaran mencakup product, price, place, dan promotion. Sedangkan untuk jasa keempat hal tersebut masih dirasa kurang mencukupi. Para ahli pemasaran menambahkan beberapa unsur lagi yaitu people, process, physical evidence  dan customer service. Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006:70), Yazid (2005:19)
Menurut Rambat Lupiyoadi (2006:70), Yazid (2005:20) definisi setiap unsur bauran pemasaran jasa  adalah sebagai berikut:
1.      Product, merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen.
2.      Pricing, strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, serta keputusan konsumen untuk membeli.
3.      Promotion, hal yang harus diperhatikan dalam promosi adalah advertising, personal selling, sales promotion, public relation, word of mouth, direct mail.
4.      Place, dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis.
5.      People, adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli.
6.      Process, merupakan semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa.
7.      Physical Evidence adalah di mana jasa disampaikan dan di mana perusahaan dan konsumennya berinteraksi serta setiap komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut.
8.      Customer Service, meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan waktu dan tempat termasuk pelayanan pra transaksi, saat transaksi, dan pasca transaksi.
SUMBER PENYEBAB KEGAGALAN JASA
No
Kategori
Deskripsi
Contoh
1
Layanan
Layanan yang tidak tersedia
a)      Produk keliru


b)      Harga keliru


a)  Masakan terlalu dingin, gosong, atau masih mentah.
b)  Harus membayar lebih mahal dari seharusnya; harus membayar ekstra untuk parkir.
2

Penyedia Jasa

Tindakan dan perilaku karyawan yang tidak sepatutnya
Humor yang ofensif; sikap kasar; tutur bahasa tidak sopan; bad mood.
3
Hal-hal di luar Kendali Penyedia Jasa
Faktor lingkungan nonmanusia
Perilaku organisasi lain
Cuaca buruk (seperti badai salju, hujan lebat);
penundaan penerbangan; jaringan listrik padam
4
Pelanggan
a)  Perilaku pelanggan yang tidak bisa dihindari

b)  Perilaku pelanggan yang bisa dihindari


c) Perilaku pelanggan lain
a)  Lelah; kecelakaan (persewaan mobil); sakit; cedera.
b)  Tamu hotel datang terlalu cepat; ketinggalan bis; lupa memesan.
c)  Berisik; merokok; mabuk
Sumber: Fandy Tjiptono (2006:453)
            Perusahaan harus dapat memuaskan pelanggan agar pelanggan loyal dan tidak beralih ke perusahaan pesaing. Terdapat delapan strategi utama yang dapat diintegrasikan dalam rangka meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, dan Dadi Adriana (2008:59) di antaranya:
1.      Manajemen Ekspektasi Pelanggan
Menurut Kotler, dalam Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2007:217).Ekspektasi pelanggan dibentuk dan didasarkan pada sejumlah faktor, seperti pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan pesaingnya”. Faktor-faktor ini berpotensi menyebabkan ekspektasi seorang pelanggan menjadi kompleks dan sulit terpenuhi.
2.      Relationship Marketing & Management
             Berry mendefinisikan “Relationship marketing adalah menarik, mempertahankan, dan meningkatkan relasi pelanggan”. Berry, dalam Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2007:218). Menurut Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra dan Dadi Adriana (2008:60) “Relationship marketing berfokus pada upaya menjalin relasi positif jangka panjang yang saling menguntungkan dengan stakeholder utama perusahaan.
Menurut Berry praktik relationship marketing sangat relevan bagi perusahaan jasa yang menghadapi kondisi-kondisi tertentu. Berry, dalam Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra (2007:218) di bawah ini:
1)      Pelanggan jasa membutuhkan jasa secara periodik atau terus-menerus.
2)      Pelanggan jasa mampu mengendalikan pilihan pemasok jasa.
3)      Terdapat banyak pemasok jasa alternatif dan beralihnya pelanggan dari   pemasok yang satu ke pemasok yang lain.
3.      Aftermarketing
Aftermarketing bertujuan sama dengan relationship marketing, yaitu berupaya membangun relasi jangka panjang dengan pelanggan dan meningkatkan customer lifetime value. Kesuksesan program aftermarketing tergantung pada lima faktor yang disebut “Lima A”. Vavra, dalam Fandy Tjiptono Gregorius Chandra, dan Dadi Adriana (2008:60)
1)      Acquainting, yakni berusaha mengenal para pelanggan dan perilaku pembelian serta kebutuhan mereka, termasuk mengidentifikasi high value customers.
2)      Acknowledging, yaitu berusaha menunjukkan kepada para pelanggan bahwa mereka dikenal secara personal.
3)      Appreciating, yakni mengapresiasi pelanggan dan bisnisnya.
4)      Analyzing, yaitu menganalisis informasi-informasi yang disampaikan pelanggan melalui komunikasi dan korespondensi mereka.
5)      Acting, yakni menindaklanjuti setiap masukan yang didapatkan dari pelanggan dan menunjukkan pada mereka bahwa perusahaan siap mendengarkan dan siap mengubah prosedur operasi atau produk/jasa dalam rangka memuaskan mereka secara lebih efektif.
4.      Strategi Retensi Pelanggan
Strategi retensi pelanggan bisa dipandang sebagai bayangan cermin dari defeksi pelanggan (customer defection), di mana tingkat retensi yang tinggi berdampak sama dengan tingkat defeksi rendah. Terdapat lima tipe defector/pelanggan yang beralih ke pesaing. Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, dan Dadi Adriana (2008:61) yaitu:
1)      Price defectors, yaitu mereka yang beralih pemasok karena mengejar harga yang lebih murah.
2)      Product defectors, yaitu pelanggan yang beralih pemasok karena menemukan produk superior.
3)      Service defectors, yaitu pelanggan yang beralih pemasok karena mendapatkan layanan yang lebih bagus di tempat lain.
4)      Market defectors, yaitu pelanggan yang beralih pemasok karena pindah ke pasar lain.
5)      Technological defectors, yaitu pelanggan yang beralih pemasok karena beralih ke teknologi tertentu ke teknologi lainnya.
5.      Superior Customer Service
Strategi superior customer service diwujudkan dengan cara menawarkan layanan yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Bentuk-bentuk layanan pelanggan yang mungkin dikembangkan oleh setiap perusahaan meliputi garansi, pelatihan cara menggunakan produk, konsultasi teknis, peluang mengembalikan atau menukar produk yang tidak memuaskan, reparasi komponen-komponen yang rusak/cacat, pemantauan dan penyesuaian produk untuk memenuhi perubahan kebutuhan pelanggan, dan lain-lain.
6.      Technology Infusion Strategy
Teknologi bisa dimanfaatkan secara efektif untuk meningkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan. Teknologi berpotensi besar sebagai enabler kepuasan service encounter, baik bagi pelanggan maupun karyawan.
7.      Sistem Penanganan Komplain secara Efektif
Singh berpendapat terdapat tiga kategori komplain terhadap ketidakpuasan. Singh, dalam Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra (2007:235) yaitu:
1)      Voice Response
Voice response ditujukan pada objek-objek yang sifatnya eksternal bagi lingkaran sosial konsumen dan pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam pertukaran yang tidak memuaskan, misalnya pengecer, distributor, dan penyedia jasa.
2)      Private Response
Objek dalam private response bukanlah pihak eksternal bagi jaringan sosial konsumen dan juga bukan pihak yang terkibat langsung dalam pengalaman yang tidak memuaskan.
3)      Third Party Response
Third party response ditujukan pada objek-objek eksternal yang secara langsung terlibat dalam pengalaman yang tidak memuaskan.
8.      Service Recovery (Pemulihan Jasa)
Bowen dan Johnston berpendapat bahwa aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan. Bowen et al, dalam Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra (2007:243) meliputi:
1)      Response (Respons):  pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa; permohonan maaf; empati; respons yang cepat; keterlibatan manajemen.
2)      Information (Informasi): penjelasan atas kegagalan yang terjadi; mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan; menyepakati solusi; menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang lagi; permohonan maaf tertulis.
3)      Action (Tindakan): koreksi atas kegagalan atau kesalahan; mengambil langkah-langkah perbaikan, seperti mengubah prosedur untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari; melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah pemulihan jasa
4)      Compensation (Kompensasi): token compensation, kompensasi ekuivalen atau pengembalian uang.
Perilaku Komplain
Terdapat empat kemungkinan respons pelanggan dalam hal terjadi ketidakpuasan, di antaranya:
1.      Tidak melakukan apa-apa. Maksudnya mereka tidak menyampaikan komplainnya kepada siapapun. Namun kebanyakan di antara mereka praktis sudah beralih ke pemasok atau penyedia jasa lain.
2.      Berhenti membeli produk/jasa perusahaan yang bersangkutan atau menyampaikan negative/bad word-of-mouth kepada keluarga, rekan, maupun orang dekat lainnya (private action).
3.      Menyampaikan komplain secara langsung dan meminta kompensasi kepada perusahaan maupun penyalurnya.
4.      Mengadu lewat media massa, mengadu ke lembaga konsumen atau instansi pemerintah terkait dan/atau menuntut produsen/ penyedia jasa secara hukum.
Denham dalam Fandy Tjiptono (2006:457) mengidentifikasikan tipe pelanggan berkaitan dengan komplain, di antaranya:
1.    Active Complainers, yakni pelanggan yang memahami haknya, percaya diri, dan tahu persis cara menyampaikan komplain. Bila ekspektasi mereka akan pelayanan dan nilai (value) tidak terpenuhi, mereka akan menyampaikan komplainnya ke perusahaan yang bersangkutan.
2.    Inactive Complainers, yakni pelanggan yang lebih suka menyampaikan keluhan kepada orang laian (teman, keluaraga, rekan kerja) daripada langsung kepada perusahan yang bersangkutan.
3.    Hyperactive Complainers, yaitu pelanggan yang selalu komplain terhadap apapun.
 
 Sumber: Fandy Tjiptono (2006;456)
GAMBAR 2.1
ALTERNATIF REAKSI PELANGGAN
 BILA TERJADI KETIDAKPUASAN
Service Recovery.
Pada hakikatnya, service recovery merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan terjadinya kegagalan jasa dan untuk mempertahankan customer’s goodwill (kehendak baik pelanggan). Program pemulihan jasa formal, dalam hal ini perusahaan-perusahaan menambah manfaat-manfaat pokok yang ditawarkan produk inti sekaligus meningkatkan komponen layanan dalam rantai nilai perusahaan. “Service Recovery refers to the actions taken by an organization in response to a service failure” . Valarie A. Zeithaml dan Bitner MJ.Gremler D.D (2006:214). Artinya pemulihan jasa menunjukkan tindakan yang dilakukan perusahaan dalam memberikan respons kegagalan pelayanan.
Menurut Hoffman yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:465) “Service recovery didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan penyedia jasa dalam menangani atau memberikan kompensasi reaksi negatif pelanggan terhadap kegagalan jasa/ service failure”. Menurut Berry yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:465) “Pemulihan jasa adalah pemecahan masalah secara memuaskan”.
Christopher H. Lovelock dan Lauren K. Wright (2007:152) “Pemulihan jasa adalah upaya-upaya sistematis oleh perusahaan setelah kegagalan jasa untuk memperbaiki suatu masalah dan mempertahankan kehendak baik pelanggan.” John Tschohl (2006:1) berpendapat “Pemulihan layanan adalah langkah yang dilakukan untuk memperbaiki suatu kesalahan.”
Service recovery dalam penelitian ini berkaitan dengan service recovery pesawat Sriwijaya Air, di mana service recovery yang dilakukan misalnya dengan memberikan minuman gratis kepada penumpang, menaikkan kelas pesawat bagi penumpang ke kelas satu tanpa biaya riil bagi pihak perusahaan, memberikan buku kupon diskon kepada penumpang. John Tschohl (2006:65).
Menurut Bowen dan Johnston dalam Fandy Tjiptono (2006:464) secara garis besar, aktivitas yang perlu dilakukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan meliputi:
1.      Response (Respons): pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa;  permohonan maaf; empati; respons yang cepat; keterlibatan manajemen.
2.      Information (Informasi): penjelasan atas kegagalan yang terjadi; mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan; menyepakati solusi; menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang lagi; permohonan maaf tertulis.
3.      Action (Tindakan): koreksi atas kegagalan atau kesalahan; mengambil langkah-langkah perbaikan, seperti mengubah prosedur untuk mencegah terulangnya masalah di kemudian hari; melakukan tindak lanjut untuk memeriksa dampak setelah pemulihan jasa.
4.      Compensation (Kompensasi): token compensation, kompensasi ekuivalen atau pengembalian uang atau big gesture compensation.
Pemulihan jasa/perbaikan pelayanan berkontribusi pada minat pembelian ulang, loyalitas, dan komitmen pelanggan. Terdapat dua perspektif mengenai pemulihan jasa, yaitu:
1.      Perspektif  berfokus pada transaksi menekankan pada kepuasan pelanggan pada moment of truth, yaitu  saat konsumen berinteraksi dengan penyedia jasa, dapat dilihat Gambar 2.2 berikut.
2.      Perspektif  berfokus pada relasi menekankan bukan hanya upaya mengoreksi aspek-aspek spesifik dari kegagalan jasa, namun juga memperbaiki sistem penyampaian jasa. Hal itu dilakukan dalam rangka menghindari terulangnya masalah yang sama di kemudian hari, meningkatkan persepsi keseluruhan pelanggan terhadap kualitas jasa, dan menjamin relasi jangka panjang dengan pelanggan yang loyal seperti disajikan dalam Gambar 2.3 pada halaman berikut.
 
    Sumber: Fandy Tjiptono (2006:466)
GAMBAR 2.2
TRANSACTION-FOCUSED SERVICE RECOVERY
Gambar 2.2 menyiratkan bahwa pemulihan jasa merupakan rute alternatif menuju kepuasan pelanggan (encounter satisfaction). Menurut Bitner & Hubbert yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:466) “Encounter satisfaction didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa dibandingkan dengan ekspektasi jasa pada level  frontline penyampaian jasa atau transaksi jasa tertentu”.
Sumber: Fandy Tjiptono (2006:466
GAMBAR 2.3
RELATIONSHIP-FOCUSED SERVICE RECOVERY
Gambar 2.3 tersebut menekankan pentingnya konsistensi dan reliabilitas dalam membangun relasi pelanggan jangka panjang. Selain itu upaya pemulihan jasa berkontribusi pada penciptaan kepuasan pelanggan jangka pendek, meningkatkan desain dan penyampaian jasa pada masa mendatang.
Proses pemulihan jasa yang efektif dan komprehensif terdiri atas empat tahap utama, yakni:
1.      Mengidentifikasi kegagalan jasa (service failure)
Dibutuhkan beberapa pendekatan yang terbukti efektif dalam mengidentifikasi kegagalan jasa, di antaranya sebagai berikut:
a)      Menetapkan standar kinerja
b)      Mengomunikasikan pentingnya pemulihan jasa
c)      Melatih pelanggan mengenai cara menyampaikan komplain
d)      Memanfaatkan dukungan teknologi
2.      Memecahkan masalah pelanggan
Secara garis besar, terdapat beberapa cara untuk mewujudkan aspek service recovery, yaitu:
a)      Memberikan hasil yang adil
b)      Menyediakan proses yang adil
c)      Merealisasikan interaksi yang adil
3.      Mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa
Organisasi jasa bisa memfasilitasi data kegagalan jasa secara efektif melalui tiga cara sebagi berikut:
a)      Membuat formulir komplain internal
b)      Mengakses komplain yang ditujukan pada karyawan lini pertama
c)      Mengategorikan pelanggan yang komplain
4.      Mengintegrasikan data dan menyempurnakan jasa keseluruhan
Upaya untuk menyempurnakan jasa keseluruhan, di antaranya adalah sebagai berikut:
a)      Mengumpulkan data kualitas jasa
b)      Mendistribusikan jasa

0 komentar:

Posting Komentar